Selasa, 09 Juli 2019

Sumber: Liputan6.com


Wacana pindahnya ibu kota Indonesia kini mencuat kembali setelah sebelumnya masa pemerintahan presiden Susiolo Bambang Yudhoyono gagal merealisasikan wacana tersebut. Diyakini di era presiden Joko Widodo lah pindahnya ibu kota Indonesia bisa dilaksanakan. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meyakini hal itu karena gaya kepemimpinan presiden sekarang yang sederhana dan merakyat. Beliau berkelakar bahwa dengan gaya presiden yang sederhana itu pasti siap untuk berkantor di Palangkaraya meski belum ada Istana Presiden di sana, bahkan meskipun harus meminjam rumah orang dulu.

Memang, pindahnya suatu ibu kota Negara bukan hal yang aneh. Indonesia sendiri sepanjang berdirinya sudah mengalami dua kali pemindahan ibu kota, dari Jakarta ke Yogyakarta (1946), dan dari Yogyakarta ke Bukittinggi (1948) lalu ke Jakarta kambali. Di Negara lain juga sudah banyak yang pernah memindahkan ibu kota negaranya, seperti Perancis, Jerman, Rusia bahkan Amerika. Tidak hanya itu, ribuan tahun lalu pun di masa pemerintahan kekhilafahan islam, ibu kota yang berpindah-pindah menjadi suatu hal yang biasa. Mulai dari alasan politik, ekonomi, budaya sampai alasan bencana alam. Lalu, apa alasan pemerintahan sekarang berencana memindahkan ibu kota Jakarta?

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengakui alasan pertama dan paling utama adalah daya tampung Jakarta yang sudah berlebih. Indikatornya bisa dilihat dari Jakarta sebagai kota metropolitan yang identik dengan kemacetan. Masalah ini dinilai tidak bisa diselesaikan selain dengan dipecahnya pusat perekonomian dan pemerintahan Indonesia yang semuanya terpusat di Jakarta. Bahkan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengakui susah sekali membenahi kota Jakarta, perlu ongkos yang terlalu mahal, bukan hanya biaya, tapi ongkos politik dan ongkos sosial.

Perlu dikritisi benarkah pemindahan ibu kota Jakarta yang direncanakan akan dipindahkan ke Palangkaraya ini adalah solusi permasalahan akut Jakarta selama ini? Mulai dari kemacetan, kepadatan penduduk sampai dengan banjir? Jika kita perhatikan penyebab utama permasalahan tersebut adalah adanya ketidakmerataan lapangan pekerjaan yang selama ini hanya terpusat di Jakarta. Muhaimin Iskandar memaparkan 85 persen perputaran uang yang ada terpusat di Jakarta dan perlu dilakukan pemerataan pembangunan. Penduduk yang memadati Jakarta sebagian besar bukan asli warga Jakarta. Mereka adalah kaum urban yang mencari keberuntungan ekonomi di ibu kota. Hal ini bisa diliat dari ‘budaya’ mudik saat hari raya. Bagaimana lengang dan sepinya Jakarta saat ditinggal mudik penduduknya. Selain itu masalah infrastruktur yang tidak merata di seluruh pelosok Indonesia menjadi alasan klasik perantauan besar ini.

Perlu menjadi catatan bagi pemerintah bahwa pemerataan lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah negeri ini lah yang perlu menjadi perhatian. Karena, jika permasalahan sistemik ini selesai, bukan hanya Jakarta saja yang bisa dipecahkan permasalahannya, tapi diseluruh wilayah Indonesia lainnya akan terselesaikan. Tentu jauh lebih mengakar lagi kita perlu merenungkan tentang efektifitas sistem perekonomian Indoesia yang kapitalis liberalis ini. Karena, banyak permasalahan lain yang muncul dari penerapan sistem lemah buatan manusia ini. Sudah saatnya kita kembalikan segala urusan kita kepada Sang Maha Pencipta, itu lah solusi dari segala permasalahan yang ada.
Wallohu’alam bi ashowab[]


0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Blogroll

About

Assalamu'alaikum.. Mencoba berbagi berbagai pemikiran yang disandarkan pada islam politis, sebagai sarana belajar mengasah kemampuan berpikir dan analisis politik dengan kerangka yang islami. Bebas share dengan dicantumkan sumber referensinya. Semoga bermanfaat :) Wassalam..

Popular Posts

Blog Archive