Kamis, 11 Juli 2019

Sumber halodunia.net


Pendahuluan
            Masih segar dalam ingatan, November 2016 kemarin terbentuk sejarah baru di mana jutaan kaum muslim turun ke jalan untuk menyampaikan asfirasi yang sama, yaitu menuntut keadilan atas pelaku penistaan agama islam. Meski solusi revolusi yang sempat tercetus masih dalam bingkai NKRI, tapi adanya momen ini tidak bisa menepis fakta bahwa umat masih memiliki perasaan islami yang cukup besar. Di satu sisi, entah teralihkan oleh isu 411 ataukah sengaja tidak dipopulerkan.pemberitaan tentang World Peace Forum (WPF) atau Forum Perdamaian Dunia tak banyak muncul ke permukaan. WPF keenam kalinya itu diadakan pada tanggal 1–4 November 2016 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.
            WPF merupakan agenda yang rutin dilakukan sekali dalam dua tahun. WPF tahun 2016 lalu mengangkat topik Countering Violent Extremism: Human Dignity, Global Unjustice and Collective Responsibility, Penanggulangan Ekstrimisme Kekerasan: Martabat Manusia, Ketidakadilan Global dan Tanggung Jawab Kolektif. Ada sekitar 200 peserta dari 50 negara yang hadir, mereka terdiri dari para pemuka agama, pembuat kebijakan, pakar, politikus, dan aktifis dari berbagai belahan dunia. Forum tersebut telah membuat 11 rekomendasi, yaitu:1
1. Pemerintahan dan lembaga-lembaga pemerintahan perlu terus menyediakan keamanan dan pembangunan ekonomi kepada rakyatnya, menghormati hak-hak asasi manusia, menjamin kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, dan menciptakan keamanan dan keselamatan untuk melakukan isu-isu martabat manusia, ketidakadilan global dan tanggung jawab kolektif.
2. Pemerintahan, organisasi masyarakat sipil dan aktor-aktor non-negara perlu bersama-sama menciptakan kebijakan-kebijakan komprehensif dan holistik untuk mencegah dan menolak ekstremisme kekerasan. Menolak kekerasan ekstremisme menggunakan tindakan-tindakan efektif harus diprioritaskan, alih-alih hanya menggunakan tindakan keamanan. Pemerintah juga perlu berbagi dengan satu sama lain tentang strategi-strategi dan program-program deradikalisasi dan reintegrasi.
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga internasional lain perlu memperkuat kerjasama yang telah ada dengan lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dan perlu memperjuangkan kerjasama baru ke depan untuk menolak kekerasan ekstremisme.
4. Dalam mempromosikan nilai-nilai keadilan, perdamaian, dan kerukunan yang melandasi kohesi sosial dan kerja sama antarkomunitas di suatu masyarakat, memberdayakan komunitas dan warga perseorangan perlu menjadi prioritas tertinggi guna menguatkan posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menolak kekerasan ekstremisme.
5. Kaum perempuan dan lelaki harus menjadi mitra setara dalam pembangunan dan implementasi strategi-strategi dan tindakan-tindakan menolak kekerasan ekstremisme dan ketidakadilan global.
6. Pemerintahan, lembaga-lembaga sipil, dan agama perlu mengembangkan strategi lebih banyak dan lebih tepat untuk memberdayakan kaum perempuan melalui kesetaraan gender yang sejati dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak melalui perundangan dan penegakan hukum menentang perbudakan anak, dan pencucian otak anak untuk mejadi serdadu perang.
7. Pemimpin agama perlu mendukung pendidikan agama yang mempromosikan nilai-nilai manusia dan resolusi konflik berkependekan tanpa kekerasan.
8. Pesan-pesan menolak kekerasan ekstremisme perlu dimasukkan ke dalam materi-materi pendidikan yang relevan melalui peningkatan kurikulum, buku-buku ajar, dan pengembangan kemampuan serta keterampilan para guru.
9. Perangkat media sosial perlu diperbaiki untuk menjangkau pemudi-pemuda guna menyediakan pesan-pesan positif dan inklusif untuk mencegah rekrutmen ekstremis dan untuk menyediakan narasi balik. Kampanye media sosial perlu lebih diintensifkan untuk menolak pesan-pesan kekerasan ekstrimisme dan untuk menghasilkan narasi perlawanan terhadap propaganda kekerasan.
10. Media massa perlu didorong secara kuat untuk menyediakan informasi obyektif dan faktual tanpa melebih-melebihkan, termasuk melalui pendidikan lebih lanjut bagi para jurnalis agar dapat lebih paham tentang kerangka religius dan penyebab konflik.
11. Pemerintahan dunia bersama dengan UNHCR dan didukung oleh lembaga-lembaga sipil dan religius harus bekerja sama dalam menerima, meyambut, dan menempatkan gelombang pengungsi dan pencari suaka agar beban kesejahteraan para pengungsi tersebar di antara negara-negara di dunia.

CVE: Pendekatan halus dari ‘War on Terror’
            Sebenarnya, WPF bukanlah satu-satunya agenda yang sengaja dibuat untuk menyudutkan ide ‘radikal’ terutama islam ideologi, sebelumnya telah dibuat agenda yang serupa sebagai turunan dari CVE, yaitu “South East Asia Counter-Narratives for Countering Violent Extremism (CVE)” yang diselenggarakan oleh Hedayah dan Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JC- LEC) di Semarang, Indonesia pada bulan Maret 2016.2 CVE sendiri dirancang sejak 2011 dan pertama kali dicetuskan di khalayak pada tahun 2015 oleh Department of State and USAID Amerika Serikat pada agenda The White House Summit to Countering Violent Extremism. Konsep 'melawan ekstremisme kekerasasan' sejatinya menggantikan konsep 'war on terror' dan deradikalisasi. Pergantian konsep ini dilakukan karena dianggap oleh banyak kalangan bahwa konsep 'war on terror' hanya akan menimbulkan "lingkaran setan" karena melawan ekstremisme kekerasan dengan menggunakan cara perang. Dalam perkembangannya terdapat pula istilah deradikalisasi sebagai pendekatan konvensional, namun justru tidak efektif dan mulai ditinggalkan.3
            Dalam spektrum pendekatan anti-terorisme, strategi, kebijakan, dan program “lunak” atau “preventif” yang mengidentifikasi dan memperdebatkan faktor-faktor “pendorong” dan “penarik” dari radikalisasi dan rekrutmen disebut sebagai program dan kebijakan “melawan ekstremisme brutal” atau “countering violent extremism” (CVE).2
            Pada Tebel 1. di bawah ini digambarkan faktor pendorong dan penarik seseorang atau kelompok melakukan ekstrimisme brutal di wilayah Asia Tenggara.
Tebel 1. Faktor-faktor Pendorong dan Penarik di Asia Tenggara

            Sara Zeiger (Agustus 2016) dalam tulisannya yang berjudul “Melemahkan Narasi Teroris di Asia Tenggara, Sebuah Panduan Praktis” mengkategorikan jenis-jenis narasi yang paling banyak digunakan oleh ekstremis brutal menjadi empat macam, yaitu narasi religious atau ideologis, narasi politik, narasi sosial heroik dan narasi ekonomi. Narasi religious atau  ideologis menggunakan konsep atau elemen religius atau ideologi sebagai pembenaran bagi tujuan akhir organisasi teroris tersebut serta penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh dari kelompok ini seperti Jemaah Islamiyyah, Al-Qaeda, Majelis Syura Mujahidin di Thailand dan Abu Sayef Group (ASG) di Filipina.
            Narasi politik mengandung elemen-elemen yang memiliki tujuan politik seperti perubahan pemerintahan, struktur negara baru, atau pembentukan sistem hukum yang baru. Contoh kelompok ini misalnya Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Indonesia dan ISIS. Kategorisasi narasi berikutnya yang digunakan oleh ekstremis brutal adalah narasi sosial/heroik atau narasi sosio-psikologis. Narasi jenis ini berfokus pada kultus tindak kekerasan, termasuk terorisme, serta para pelakunya. Narasi jenis ini juga menghubungkan mereka secara langsung dengan penderitaan. Terakhir, walaupun barangkali tidak banyak ditemui di seluruh bagian Asia Tenggara, adalah narasi ekonomi. Dalam kasus ini, ekstremis brutal secara langsung atau tidak langsung mengatakan bahwa dengan bergabung dengan organisasi tersebut, kemerdekaan ekonomi akan dapat diraih.
            Dari identifikasi yang dilakukan oleh Sara Zeiger di atas jelas menunjukkan bahwa CVE hakikatnya mentargetkan sama dengan agenda ‘war on terror’ , yaitu kelompok-kelompok islam radikal yang menginginkan perubahan dengan menggunakan aturan islam. Meskipun hal tersebut dibantah oleh beberapa kalangan, namun Faiza Patel dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul ‘Countering Violent Extremism: Myths and Fact’ mengatakan bahwa sebuah mitos jika CVE tidak ditargetkan untuk muslim.4
            Hanya saja, program CVE menggunakan pendekatan yang lebih ‘halus’ ketimbang konsep sebelumnya. Program ini lebih difokuskan pada menyebarkan opini yang kontra dengan kelompok-kelompok ‘terorisme’ dan dilancarkan secara massif melalui media-media seperti TV, media cetak, dll.
            Sebagai contoh adalah  Blog Kontra-ideologi 2. Blog ini memuat berbagai macam penelitian mulai dari 1) sanggahan terhadap ideologi Al-Qaeda dalam bahasa Melayu, Bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia; 2) penelitian tentang penentangan narasi ekstremis; 3) narasi spesifik menentang ideologi pelaku bom Bali; 4) publikasi blog dan pemikiran melawan narasi Al
Qaeda. Lihat gambar pada lampiran 2 yang menjabarkan studi kasus untuk penetapan tujuan tersebut.
            Adapun tujuan yang ingin dicapai dari CVE adalah kelompok-kelompok ekstremis brutal dan individu yang akan mengancam warga AS, sekutu AS, dan kepentingan AS tidak mampu untuk menarik anggota baru atau mengumpulkan dukungan untuk operasi mereka di komunitas tertentu; dan pemerintah, organisasi multilateral, dan masyarakat memiliki kapasitas kolektif untuk mencegah dan melawan individu dan kelompok yang menjadi radikal dengan kekerasan.5

Ancaman Bagi Keberlangsungan Dakwah Islam Ideologi
            Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sejatinya CVE adalah kelanjutan dari WOT bahkan bisa lebih berbahaya dari CVE, pasalnya dengan adanya program CVE akan lebih mudah menyasar pihak-pihak yang baru diduga “ekstrimis”. Meskipun ada banyak standar untuk menunjukkan sebuah tindakan sebagai tindakan teror, radikal dan ekstrim, atau untuk menunjuk sebuah ajaran/pemahaman sebagai ajaran/pemahaman mengandung terorisme, radikalisme dan ekstrimisme, namun narasi yang dimunculkan menunjukkan ada gradasi yang sistemik dari fundamentalism ke radikalisme ke ekstrimisme lalu terahir ke terorisme, sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Nur Syam, M.Si.3
            Sebagai contoh, Penasehat Keamanan dan Kontraterorisme Dalam Negeri Gedung Putih, Lisa Monaco, mengatakan bahwa perilaku konfrontatif pada anak-anak Amerika dapat mengubah mereka menjadi teroris. Orang tua mungkin melihat perubahan mendadak dalam hal kepribadian anak-anak mereka di rumah-menjadi konfrontatif, para pemimpin agama mungkin melihat dugaan bentrokan karena perbedaan ideologi. Guru mungkin mendengar seorang mahasiswa mengungkapkan minatnya bepergian ke zona konflik di luar negeri. Atau teman-temannya mungkin melihat minat baru untuk menonton atau berbagi materi kekerasan.6
            Parahnya lagi, CVE memuat ide adu domba terutama bagi kelompok-kelompok islam yang memiliki perbedaan pemikiran dan argument. Hal ini teridentifikasi dari strategi kontra-narasi yang dijabarkan oleh Sara Zeiger. Dia mengatakan bahwa faktor pendorong dan penarik  terkait dengan konten dari kontra-narasi dan pembawa pesan. Sebagai contoh, jika faktor pendorong utama adanya tidak ekstrimisme adalah operasi militer negara-negara Barat, maka suatu negara Barat dengan kekuatan militer adidaya bukanlah pembawa pesan yang efektif untuk target kelompok tersebut. Maka, bisa dibayangkan jika yang menjadi target adalah kelompok islam tertentu, maka untuk melancarkan program CVEnya akan dipilih pembawa pesan dengan jalan pemikiran yang berbeda dengan kelompok islam tadi yang akan meng-counter opininya.

Upaya Cerdas Pelaku Dakwah Ideologis
            Bersungguh-sungguhnya Barat mencari segala cara untuk menghambat tumbuhnya kebangkitan islam ideologis bukanlah hal yang baru. Sejak zaman Rasulullah sampai keruntuhan Khilafah Utsmaniyah kita melihat betapa musuh-musuh islam tidak pernah berdiam diri melihat kebangkitan islam. Mereka terus berusaha untuk mengubah tatanan kehidupan islam mulai dari hal besar sampai pada hal-hal terkecil. Rasulullah pun telah mengabarkan dalam al-Qur’an dan assunnah bahwa mereka tidak akan pernah ridho hingga kaum muslim mengikuti milah mereka.
            Kita pun tahu bahwa janji Allah pasti terjadi. Allah menjanjikan tegaknya khilafah islam yang kedua melalui tangan-tangan muslim yang beriman dan berdakwah sesuai dengan contoh Rasulullah. Namun meskipun demikian, tetap perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk menjemput pertolongan Allah dan merealisasikan kabar gembira tersebut. Sehubungan dengan agenda CVE, maka para pengemban dakwah islam ideologis harus bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kesadaran politik dan kecerdasan politiknya. Karena, tanpa kesadaran politik dan kecerdasan politik, maka tidak akan terjadi gerak yang benar dari pengemban dakwahnya. Selain itu, perlu untuk meningkatkan kapasitas agar cerdas menggunakan media sosial dalam menyebarkan opini Islam. Jangan sampai karena keteledoran dalam menggunakan media sosial menjadi boomerang bagi keberlangsungan dakwahnya. Apalagi dengan gencarnya upaya pemerintah merancang UU ITE dan optimalisasi lembaga Badan Cyber Nasional oleh pemerintah. Pengemban dakwah harus memahami bahwa kecanggihan dan perkembangan teknologi tidak dapat menggantikan aktivitas kontak langsung, bertemu bertatap muka dengan objek dakwahnya. Hal ini pun perlu untuk memastikan dukungan, dan menilai pemikiran serta pemahaman mad’unya.
            Terakhir, musuh islam membuat makar dan Allah lah sebaik-baik pembuat makar. Kita berdoa semoga dibalik agenda musuh ini semakin membukakan mata dunia terutama pengemban dakwah kelompok manapun bahwa kapitalisme tidak akan pernah membiarkan islam kembali berjaya  dan bertahta. Hanya dengan metode yang satu, yaitu thoriqul ummah dan khilafah sajalah cita-cita seluruh kaum muslim bahkan seluruh manusia pada umumnya akan terealisasi. Wallohu’alam bi ashowab[]

Referensi
1.      Republika.com
2.      Sara Zeiger (Agustus 2016), Melemahkan Narasi Teroris di Asia Tenggara, Sebuah Panduan Praktis
3.      dr. Estyningtias P (LS MHTI), CVE (Counter Violent Extr emism): Member angus Ideologi Islam
4.      Faiza Patel, Countering Violent Extremism: Myths and Fact
5.      May, 2016. Department of State & USAID Joint Strategy on Countering Violent Extremism
6.      hizbut-tahrir.or.id



0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Blogroll

About

Assalamu'alaikum.. Mencoba berbagi berbagai pemikiran yang disandarkan pada islam politis, sebagai sarana belajar mengasah kemampuan berpikir dan analisis politik dengan kerangka yang islami. Bebas share dengan dicantumkan sumber referensinya. Semoga bermanfaat :) Wassalam..

Popular Posts

Blog Archive