Rabu, 17 Juli 2019




A.    Hubungan Indonesia-China dari Masa Ke Masa
Era Soekarno, tepatnya pada tahun 1950, menjadi tonggak penting hubungan persahabatan Indonesia-China. Hubungan yang dijalin Indonesia dengan China merupakan komitmen nyata kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, dalam konstelasi perang dingin kala itu. Hubungan kedua negara terus menunjukkan perkembangan positif, dengan kehadiran Perdana Menteri Tiongkok Zhou En Lai pada Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 18-25 April 1955. Indonesia dan China pun sepakat untuk mempererat hubungan yang telah berjalan baik kala itu, ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian persahabatan serta persetujuan kerja sama kebudayaan pada 1 April 1961. Dalam konteks hubungan luar negeri yang lebih luas, Indonesia amat penting bagi China yang saat itu bukan anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). China, bagi Indonesia, juga tak kalah penting, apalagi setelah Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB pada awal 1965. Keduanya menjalin suatu kemitraan dalam membangun solidaritas di antara negara-negara New Emerging Forces (NEFO).
Pada 3 Juli 1990 kedua menlu China dan Indonesia era Soeharto menandatangani Komunike Bersama "The Resumption of The Diplomatic between The Two Countries" di Beijing, diikuti kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke Indonesia sekaligus menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman Pemulihan Hubungan Diplomatik kedua negara pada 8 Agustus 1990. Normalisasi hubungan tersebut pasca kedua negara membekukan hubungan pada 30 Oktober 1967, kemudian secara bertahap membuka hubungan ASEAN dan China, hingga akhirnya pada 1996 China menjadi mitra dialog penuh ASEAN.
Interaksi positif antara kedua negara pun dilanjutkan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di masanya, Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, beragam atribut dan simbol berbau Tiongkok mulai bermunculan di Nusantara. Gus Dur yang menetapkan Tiongkok sebagai negara tujuan pertama lawatannya ke luar negeri setelah dilantik sebagai orang nomor satu Indonesia, bahkan mengusulkan pembentukan poros Jakarta-Beijing-New Delhi. "Tiongkok negara besar dengan potensi kekuatan ekonomi yang besar. Jadi, kita justru rugi jika tidak berhubungan dengan Tiongkok," katanya, tentang kunjungannya ke Tiongkok pada 1-3 Desember 1999. Di era kepemimpinan Megawati kedua negara sepakat membentuk forum energi yang merupakan payung investasi Tiongkok di Indonesia di bidang energi. Salah satu realisasi dari kesepakatan itu adalah tender proyek menyediaan LNG ke Propinsi Fujian yang didapatkan oleh Pemerintah Indonesia dengan nilai tender US$ 8,5 billion pada tahun 2002.  Proyek ini mulai beroperasi pada 2006 dan akan menyuplai gas ke RRC selama 25 tahun.
Beberapa capaian yang sudah dirintis tersebut kemudian dikelola lebih baik oleh Susilo Bambang Yudhoyono, dalam dua periode kepemimpinannya. Dalam periode itu, dua perjanjian penting, monumen kedekatan hubungan Indonesia-China ditandatangani yaitu Kemitraan Strategis pada 25 April 2005, yang kemudian ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif pada Oktober 2013. Sejak itu hubungan politik, pertahanan, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya kedua negara terus meningkat. Makin eratnya hubungan Indonesia-China juga ditunjukkan kedua pihak pada forum internasional, semisal dalam penetapan Declaration of Conduct of Parties in The South China Sea (DoC) pada 2002, termasuk dalam "Guidelines for The Implementation of DoC" pada 2011. Indonesia dan China juga sepakat menandatangani protokol Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) pada 2011. Keduanya juga sepakat untuk menjadikan ASEAN sebagai the main driving force dalam pembentukan forum Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Timur.

B.     Peningkatan Kerjasama Ekonomi Indonesia-China Era Jokowi
Di era pemerintahan Jokowi, hubungan Indonesia-China kian erat, terutama di bidang perekonomian. Ini bermula ketika Presiden Jokowi menandatangani Kerjasama Strategis Menyeluruh (Comprehensive Strategic Partnership) antara Indonesia dan China di Beijing (26/3/15). Dalam perjanjian tersebut, berbagai hal disepakati, yaitu:
a)      MoU Kerjsama Ekonomi antara Menko Perekonomian RI dengan Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi RRC;
b)      MoU Kerjasama Pembangunan Industri dan Infrastruktur antara Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi RRC dengan Menteri BUMN;
c)      MoU Antara Menteri BUMN dengan Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi RRC Untuk Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta – Bandung;
d)      MoU antara Badan SAR Nasional (BASARNAS) RI dengan Menteri Transportasi RRC;
e)      Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah RI dan RRT untuk pencegahan pajak berganda;
f)       MoU antara Lembaga Pengembangan Antariksa Nasional (LAPAN) dengan Badan Antariksa Nasional RRC;
g)      MoU Kerjasama antara Menteri BUMN dengan China Development Bank Corporation (CDBC)
Dalam pertemuan lainnya, Pemerintah juga secara tegas menyatakan dukungan atas berbagai kepentingan China di Indonesia. Ketika bertemu dengan Xi Jinping di Jakarta (22/4/15), Jokowi juga mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia siap memperluas kerjasama dengan China di berbagai bidang. Salah satunya adalah mengkolaborasikan rencana China “21st Century Maritime Silk Road” dengan strategi pembangunan pemerintahan Jokowi.Tiga Proyek China tersebut merupakan bagian dari ‘one road, one belt’ yang digagas Pemerintah China untuk membangunan infrastruktur laut dan darat yang menghubungkan China dengan kawasan-kawasan di Asia hingga Eropa. Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan pengaruh politik dan ekonomi negara Tirai Bambu di kawasan tersebut.

C.    Kebijakan Investasi China Bumerang Bagi Indonesia
Sebagai follow up dari nota kesepakatan yang telah dibuat, China semakin menggencarkan investasinya di Indonesia. Tiga bank milik negara yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI, mendapatkan pinjaman senilai total 3 miliar dolar AS dari China Development Bank (CDB) pada tanggal 16 September 2015. Masing-masing bank BUMN tersebut, menerima pinjaman sebesar satu miliar dolar AS yang tiga puluh persennya dalam mata uang Renminbi dengan jangka waktu 10 tahun. Tingkat bunga pinjaman tersebut sebesar 3,4% untuk mata uang dolar AS dan 6,7% untuk mata uang Renminbi. Sebagian besar utang tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai infrastruktur.
Selain CDB, bank Cina lainnya, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), juga memberikan pinjaman kepada BTN senilai 5 miliar yuan atau sekitar Rp 10 triliun untuk membiayai perumahan dan infrastruktur. ICBC juga memberikan utang senilai 500 juta dolar AS kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Eximbank), untuk mendorong perdagangan luar negeri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebelumnya, pada bulan Juni, tujuh BUMN yaitu: Wijaya Karya, Adhi Karya, Pelindo I & II, Angkasa Pura, Bukit Asam dan Aneka Tambang juga telah mendapatkan komitmen utang dari CDB.
Di sela-sela pelaksanaan Konferensi Asia Afrika di Jakarta (24/4/15), Pemerintah yang diwakili oleh Menteri BUMN, Rini Sumarno, telah menandatangai MoU dengan Pemerintah Cina melalui CDB dan ICBC. Kedua bank Cina tersebut akan memberikan pinjaman senilai 50 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 700 triliun dengan kurs 14 ribu. Utang tersebut akan digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur nasional seperti pembangkit listrik, bandara, kereta cepat dan kereta api ringan (light rail transit).
Namun, pepatah ‘tidak ada makan siang gratis’ tentu berlaku pada utang-utang yang diberikan Cina. Pinjaman yang diberikan diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke Cina hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari Cina. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government-Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina.
Selain harus membayar bunga yang relatif tinggi, juga disyaratkan agar BUMN Indonesia yang menggarap proyek-proyek tersebut yang dibiayai oleh utang dari Cina harus bekerjasama dengan BUMN negara itu. Dalam kasus pinjaman dari CDB kepada tiga bank BUMN di atas, diakui oleh Dirut BRI dan Mandiri bahwa utang yang mereka tandatangani baru akan cair jika proyek-poyek yang akan didanai oleh bank-bank tersebut mendapat persetujuan CDB. Dengan kata lain, penggunaan utang itu harus sesuai dengan kepentingan Cina.
Dalam skala kecil, rakyat kembali disengsrakan karena harus bersaing ketat dengan tenaga buruh China. Karena salah satu syarat yang sudah terlaksana dan disetujui oleh pemerintah adalah bahwa pelaksanaan seluruh mega proyek Cina di mengharuskan tenaga kerjanya didatangkan dari Cina. Tingginga ekspor barang dan komoditi dari China pun menyebabkan daya saing usaha petani dan kelompok usaha Indonesia menurun.

D.    Adakah dampak Penetrasi Ekonomi China di Indonesia Terhadap Pengaruh Ekonomi Amerika di Indonesia?
Msih segar dalam ingatan, pada masa pemerintahan SBY terjadi penyadapan komunikasi sejumlah petinggi Indonesia yang dilakukan oleh Australia. Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies, Guspiabri Sumowigeno, menilai, latar belakang Australia menyadap komunikasi tersebut karena kekhawatiran mereka bahwa Indonesia akan "berpaling" kepada China. Padahal, Barat (Amerika Serikat dan semua sekutunya di seluruh dunia) memiliki skenario alias strategi besar membendung pengaruh China di mana-mana, yang dinamakan China Containment.
Meski seteru secara langsung antara Amerika dan China di Indonesia tidak nampak, namun gencarnya investasi yang dilakukan kedua negara terhadap Indonesia menunjukkan persaingan antara keduanya. Ini sesuai dengan pendapat Ichsanuddin Noorsy (pengamat ekonomi) dalam acara Halqoh Islam dan Peradaban yang diselenggarakan oleh DPD 1 HTI Jateng pada Ahad (20/3) dengan tema “Indonesia Dicaplok Cina”. Beliau mengatakan bahwa Indonesia saat ini telah menjadi kancah peperangan komoditi yang berbasis ideologi Kapitalisme antara dua negara , Amerika Serikat dan Cina.
Sama halnya dengan China, Amerika Serikat yang sejak awal telah berideologi Kapitalis menjadikan investasi sebagai strategi politiknya. Termasuk di dalamnya investasi terhadap Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Amerika sudah sangat erat hubungannya dengan Indonesia sejak masa pemerintahan Soeharto. Ini bermula ketika perusahaan asal Amerika Freeport menemukan potensi cadangan emas di Papua. Freeport Indonesia sudah menjalankan aktivitas di tambang emas Garsberg, Papua sejak 1967. Tidak hanya Freeport Indonesia, Newmont Nusa Tenggara juga meraup untung besar dari keberadaannya di Indonesia. Kontrak Karya Newmont di tambang Batu Hijau dan Elang NTT, berlaku hingga 2030. Artinya, untuk jangka waktu yang sangat panjang, perusahaan AS ini bakal menjalankan aktivitas tambangnya di Indonesia.
Di sektor makanan, PT Coca-Cola Amatil Indonesia, mencetak laba sebesar USD 459,9 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun. Laba Coca Cola tahun lalu naik 16,8 persen dibanding 2011. Tahun lalu, pendapatan perdagangan Coca-Cola Indonesia mencapai USD 5,09 miliar atau sekitar Rp 49,6 triliun. Naik 10,3 persen dibanding pada 2011. Kenaikan penjualan tahun lalu tidak lepas dari tingginya permintaan pasar dalam negeri.
Di sektor minyak, pertambangan dan energi, Chevron Corp sudah tidak asing lagi. Di Indonesia, Chevron juga mengelola sejumlah ladang minyak dan gas melalui PT Chevron Pacific Indonesia. Perusahaan yang menginduk ke Amerika Serikat ini menjadi penguasa produksi migas di Indonesia. Sebagian besar usaha kegiatan hulu migas dikuasai Chevron. Perusahaan berbendera AS ini menguasai 47 persen produksi migas nasional. Sebesar 37 persennya dikuasai swasta dan asing lainnya. Selain Chevron, Exxonmobil juga menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) migas dengan pemerintah Indonesia pada tahun 2005. Exxon telah memulai bisnis di sektor gas di daerah Nanggroe Aceh Darussalam bekerjasama dengan Pertamina. Selain memproduksi gas, Exxon juga berperan dalam produksi LNG di kilang gas pertama Indonesia di Arun di pantai timur Sumatera.
Kepala Grup Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Yoga Affandi menyatakan, China dan Amerika Serikat sama-sama memberi pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun, pengaruh Amerika tetap lebih kuat ketimbang China. Hal ini disebabkan karena Indonesia memandang China sebagai tujuan utama ekspor barang-barang, termasuk komoditas. Ekspor ke China meningkat dengan cepat, baik dalam aspek volume maupun nilai. Ekspor Indonesia ke China umumnya komoditas mentah. Inilah mengapa ketika China mengalami perlambatan ekonomi, maka impor menjadi terbatas. Selain itu, pengaruh China ke Indonesia lebih menentukan tender-tender infrastruktur manasajakah yang akan dilakukan, peralatan dan bahan apa yang akan digunakan, serta siapa yang akan di pekerjakan. Hal ini sebagai konsekuensi dari investasi bank-bank China terhadap Indonesia.
Sementara itu, pengaruh AS kepada Indonesia lebih kepada kebijakan perundang-undangan ekonomi dan kanal finansial. Dalam hal kebijakan, Indonesia masih terikat atas konsekuensi hutangnya terhadap World Bank dan IMF yang mengharuskan Indonesia mengurangi secara bertahap subsidi negara hingga tidak ada lagi subsidi. Salah satunya terlihat dari kebijakan pengurangan subsidi listrik dan BBM yang nyata dilakukan oleh presiden Jokowi sejak awal pemerintahannya. Sedangkan pengaruh dalam kanal finansial terjadi akibat transaksi maupun dana yang masuk ke Indonesia dalam mata uang dollar AS. Sehingga ketika The Fed membuat kebijakan atau Yellen (Gubernur bank sentral AS Janet Yellen) bicara apa, maka pasar uang global bergejolak, dan semua negara termasuk Indonesia kena dampaknya.

E.     Politik Luar Negeri Khilafah
Sejak kemerdekaannya, mentalitas Pemerintah Indonesia tidak pernah berubah, selalu bergantung pada kekuatan asing untuk membangun negara ini. Terbukti ketika saat ini Amerika dan China semakin mempererat cengkramannya, namun pemerintah tidak memandang ini sebagai sebuah ancaman, namun dianggap sebagai peluang emas untuk membangun negara. Pandangan ini akan terus bertahan selama Indonesia menjadikan kapitalisme sebagai ideologinya. Politik luar negeri yang bebas aktif menjadi legitimasi atas kerja sama yang selama ini dilakoni dengan pihak asing manapun tanpa melihat posisinya sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim. Misal saja hubungannya dengan China. Meski pemerintah China kian giat melakukan diskriminasi terhadap warga muslimnya, bahkan yang terbaru sampai pelarangan terhdap muslim Uighur untuk berpuasa di bulan Ramadhan, tetapi itu tidak menghalangi jalannya kerjasama bilateral antara kedua negara. Padahal setiap kerjasama dan perjanjian yang selama ini dilakukan cenderung merugikan Indonesia. Indonesia terlilit oleh hutang dan riba. Kebijakan-kebijakan asing selalu menekan dan mengaruskan arah kebijakan negara akibat dari ketidak mandiriannya.
Hal ini akan berbeda jika Indonesia menjadikan islam sebagai ideologi dalam bernegara. Akidah mejadi asas dalam bernegara. Aqidah Islam akan menjadi asas bagi seluruh bentuk hubungan yang dijalankan oleh kaum muslim, menjadi pandangan hidup yang khas, menjadi asas dalam menyingkirkan kezaliman dan menyelesaikan perselisihan, menjadi asas dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan, menjadi asas bagi aktivitas dan kurikulum pendidikan, menjadi asas dalam membangun kekuatan militer, serta menjadi asas dalam politik dalam dan luar negeri.
Tidak hanya itu, Islam mewajibkan jihad fi sabilillah untuk menyebarluaskan Islam kepada seluruh umat manusia. Sabda Rasulullah saw.:
 Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah. Apabila mereka mengakuinya, maka darah dan harta mereka terpilihara dariku, kecuali dengan yang hak, jika melanggar syara”.
Islam telah membagi dunia ini atas dua kategori, yaitu Darul Islam dan Darul Kufur atau Darul Harb. Darul Islam adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya diterapkan sistem hukum Islam dan keamanannya diberlakukan keamanan Islam. Sebaliknya, Darul Kufur adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya diterapkan sistem hukum kufur dan keamanannya bukan menggunakan sistem keamanan Islam, meskipun mayoritas penduduknya adalah muslim. Darul kufur terbagi menjadi dua, yaitu kafir harbi hukman dan kafir harbi fi’lan. Oleh karena itu, dalam menjalankan politik luar negerinya, negara Khilafah akan memperhatikan status dari negara yang akan melakukan hubungan dengannya. Jika statusnya kafir harbi hukman, maka Khilafah bisamelakukan kerjasama bilateral dengan catatan tidak merugikan kaum muslim dan akan memudahkan dalam dakwah dan jihad. Jika statusnya sebagai negara kafir harbi fi’lan, tidak ada aktivitas lain selain gencatan senjata yang bersifat temporer dan perang.
Begitulah politik luar negeri Khilafah yang mandiri dan selalu berasaskan aqidah dalam setiap tindak tanduknya. Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh Indonesia untuk membebaskan negara ini dari utang dan cengkeraman kepentingan asing kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam. Sistem tersebut nantinya akan menjadikan Indonesia mampu menyelesaikan setiap probem negara termasuk ekonomi dan menjadikannya sebagai negara adidaya baru yang mampu melawan kekuatan hegemoni negara lainnya. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []

Daftar Pustka


0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Blogroll

About

Assalamu'alaikum.. Mencoba berbagi berbagai pemikiran yang disandarkan pada islam politis, sebagai sarana belajar mengasah kemampuan berpikir dan analisis politik dengan kerangka yang islami. Bebas share dengan dicantumkan sumber referensinya. Semoga bermanfaat :) Wassalam..

Popular Posts

Blog Archive