Kamis, 18 Juli 2019


Indeks Kebahagiaan Kota Bandung Meningkat : Bukti Sukses Kepemimpinan Sang Walikota?

Pendahuluan
Melalui akun facebook pada 29 Desember 2015, Walikota Bandung Ridwan Kamil mengumumkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Statistika Unpad tentang indeks kebahagiaan (IK) warga kota Bandung tahun 2015. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa di tahun 2015 nilai IK  kota Bandung mengalami peningkatan menjadi 70,60 yang pada tahun 2014 hanya sebesar 68,23. Jika menggunakan standar perhitungan yang dilakukan oleh Amerika maka nilainya lebih tinggi lagi, yaitu sebesar 74.
            Banyak tanggapan positif yang datang dari masyarakat Bandung akan prestasi yang diraih tersebut. Sehari setelah bapak walkot Bandung memposting berita tersebut, total sudah ada 8.647 orang yang memberikan like, 505 shares, dan 702 komentar. Bahkan beberapa komentar menunjukkan ketidak relaan masyarakat membiarkan walkot Ridwan Kamil untuk maju menjadi bakal calon gubernur Jakarta atau presiden RI di masa yang akan datang. Bahkan ada yang berkomentar agar RK menjadi gubernur Jawa Barat seumur hidup.

Indeks Kebahagiaan (Happines Index) Kota Bandung 2015
Pada    tahun 2015 Badan Perencana Pembangunan Daerah dan Kota Bandung bekerja sama dengan Labolaturium Quality Control Departemen Statistika Universitas Padjadjaran kembali melakukan pengukuran tingkat kebahagiaan penduduk Bandung. Responden Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2015 adalah kepala rumah tangga atau pasangannya dari 30 Kecamatan yang tersebar di seluruh wilayah administratif Kota Bandung. Prosentase berdasarkan kategori respoden adalah 59 % kepala rumah tangga, 47% berjenis kelamin wanita, 53% berjenis kelamin pria, 45,9% berpendidikan tamat SMA/SMK/MA dan sekitar 13% tamat perguruan tinggi.
Ada 10 variabel yang digunakan untuk menentukan IK, yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi keamanan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial, kondisi rumah dan aset, kondisi lingkungan atau ketersediaan fasilitas publik, dan ketersediaan waktu luang. Kepala Bidang Litbang dan Statistik Bappeda Kota Bandung Chairul Anwar mengatakan bahwa level bahagia berada di angka 50-75, sangat bahagia di angka 75-100, level kurang bahagia 25-50 dan level tidak bahagia ada pada angka 0-25. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan hasil penelitian dari 10 variabel tersebut.

Tabel 1 Ranking 10 Aspek Kehidupan, Nilai Indeks Kebahagiaan dan Bobot Kontribusinya (BK) terhadap Indeks Kebahagiaan (IK) Kota Bandung 2015

Berdasarkan karakteristik demografi dan ekonomi, ada beberapa penemuan yang menarik, yaitu:
a.       IK penduduk laki-laki relative lebih tinggi dibandingkan perempuan meskipun perbedaannya tidak signifikan (71,02 banding 71,01).
b.      Penduduk berstatus menikah memiliki IK tertinggi, yaitu sebesar 70,74. Sedang mereka yang berstatus belum menikah IKnya lebih rendah yaotu 68,62.
c.       Penduduk berumur 65 tahun ke atas memiliki IK tertinggi yakni sebesar 71,66, sementara penduduk berumur di bawah 24 tahun mempunyai IK sebesar 64,82.
d.      Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula IK. Penduduk yang tamat SD/MI mempunyai IK paling rendah (67,80), sementara IK paling tinggi dimiliki oleh penduduk dengan tingkat pendidikan S2 dan S3 (77,45).
e.       Semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, semakin tinggi pula IK. IK tertinggi dimiliki oleh tingkat pendapatan di atas 4,8 juta – 7,2 juta per bulan dengan IK mencapai 74,19 dan pada tingkat pendapatan di bawah 1,8 juta per bulan IKnya sebesar 69,04.

Sepak Terjang Kinerja Walikota Bandung
            Sejak awal terpilih, Walikota Bandung Ridwan Kamil telah mencanangkan salah satu program kerjanya adalah membangun sebanyak mungkin ruang publik. Konsep ini dilatarbelakangi oleh target pembangunan kota yang lebih bertujuan meningkatkan nilai IK warga kota Bandung. Menurutnya, kondisi warga Bandung saat itu mengarah pada ciri kota yang sakit, dimana warganya enggan berinteraksi di luar rumah.
            Sebagai langkah awal kerjanya, di tahun 2014 Ridwan Kamil memerintahkan dilakukan survei IK warga Bandung yang dilaksanakan oleh Bappeda dan BPS Kota Bandung. Survei melibatkan 1.080 sampel dari berbagai kalangan warga dengan latar belakang berbeda serta dilakukan secara random. Menurut pengakuan Kepala Bidang Litbang dan Statistik Bappeda Kota Bandung Chairul Anwar, survei IK skala kota adalah yang pertama kali dilakukan, sebelumnya hanya dilakukan pemerintah nasional pada skala provinsi. Itu pun dirilis pertama kali di tahun 2013.
Salah satu yang dilakukan oleh Pemkot Bandung untuk meningkatkan IK warganya yaitu dengan membangun dan memperbaiki berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh warganya, salah satunya taman-taman kota, fasilitas pelayanan umum hingga tempat hiburan.
Namun, karena persoalan APBD Bandung yang ‘pas-pasan’, maka secara kreatif diselesaikan dengan mencari sumber pembiayaan lain. Oleh karena itu, Ridwan menerapkan model kepemimpinan proactive governance. Proactive governance, merupakan model kepemimpinan di mana pemerintah secara aktif meriset di mana ada sumber bantuan dan mendatangi sumber bantuan tersebut. Bandung kemudian menyasar pembiayaan Public Private Partnership dan dana CSR (Corporate Social Responsibility) beberapa perusahaan besar baik nasional maupun multinasional. Bahkan demi mengejar dana CSR ini, walikota rela terbang menjemput bola ke berbagai Negara. Menurut Ridwan Kamil, di luar sana banyak perusahaan multinasional yang kebingungan mengucurkan dana CSR mereka. Inilah peluang yang coba ditangkap oleh kota Bandung.
Salah satu SKPD di Pemkot Bandung yang cukup banyak menerima CSR dan sumbangan pihak ketiga, yaitu Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) Kota Bandung. Untuk tahun 2015 saja, bantuan pihak ketiga lebih pada renovasi taman. Setidaknya ada enam taman yang direvitalisasi atas bantuan pihak ketiga, yaitu Taman Vanda (Summarecon), taman Capital of Asia Afrika di Jln. Dr Djunjunan (Mandiri/Telkom), taman di Jln. Dr Djunjunan (BJB), Taman Alun-alun (BII), Taman Alun-alun Ujung Berung (Grup Istana dan Perusahaan lain), Taman Gesit di Jln. Dipatiukur (Produk Minuman) serta taman di dekat Simpang Lima (pengusaha hotel).
Selain itu, upaya yang telah Ridwan Kamil lakukan ialah mendapatkan dana hibah dari Belanda sebesar 4,6 juta Euro atau sekitar Rp 70 miliar untuk membenahi air di Kota Bandung, sumbangan road safety dari Yayasan Bloomberg, Amerika, bantuan sekolah PNS dan smart city dari Singapura, hingga bantuan capacity building smart city dan dua biodigester raksasa dari Jepang.

Walikota dan The City Mayor Foundation (CMF)
            Pada tahun 2003 berdiri sebuah organisasi filantropi internasional yang bernama The City Mayor Foundation (CMF). Di gagas Tann vom Hove (UK/Germany), Ruth Maguire (UK), Guy Kervella (UK/France), Nick Swift (Canada) dan Josh Fecht (USA). CMF Memiliki Web yang terdaftar sejak 2 oktober 2003 menggunakan server dari Amerika serikat. 
CMF adalah think tank internasional dalam urusan perkotaan. Dengan dalih penelitian dan kepedulian dalam masalah urbanisasi perkotaan, CMF mengatur proyek wali kota dan setiap 2 tahun sekali memberikan penghargaan walikota dunia (World Mayor Prize) bagi yang berprestasi.
Proyek ini bertujuan untuk menunjukkan  walikota yang luar biasa yang dapat mencapai dan meningkatkan profil mereka secara nasional dan internasional. Penyelenggara mencari pemimpin kota yang unggul dalam kualitas seperti: kepemimpinan dan visi, kemampuan manajemen dan integritas, kepedulian sosial dan ekonomi, kemampuan untuk memberikan keamanan dan untuk melindungi lingkungan serta kemauan dan kemampuan untuk mendorong hubungan baik antara masyarakat dari latar belakang budaya, ras dan sosial yang berbeda. Walikota dari Indonesia yang pernah dan sedang masuk dalam kandidat walikota dunia adalah Jokowi, Tri Risma Harini dan Ridwan Kamil.
Melalui konsep internasionalnya CMF  memanfaatkan psikologi para kepala daerah untuk mengejar gengsi predikat walikota terbaik dunia. Para pemenang dari negara lain yang notabene dari Barat serta liberal menjadi prototipe untuk di’teladani’. Diantaranya mengikat para kandidat walikota dalam kode etik yang harus diikuti dan disepakati yang tercantum dalam 11 pasal sebagai berikut:
·         Pasal 1
Walikota menyiapkan kantor walikota untuk kebaikan bersama masyarakat mereka dan menahan diri dari tindakan yang dapat membahayakan masyarakat lain atau dunia yang lebih luas. Mereka harus mengambil tanggung jawab penuh atas setiap tindakan yang dilakukan oleh mereka sendiri atau oleh anggota pemerintahan mereka.
·         Pasal 2
Walikota tidak akan melakukan diskriminasi terhadap individu atau kelompok secara politik, ras, agama, jenis kelamin, cacat atau orientasi seksual.
·         Pasal 3
Walikota mendukung dan menjunjung letter of intent (dokumen perjanjian) dari hukum kota dan bangsa mereka serta hukum internasional yang relevan. Mereka akan menuntut tingkat yang sama menghormati hukum dari semua anggota pemerintahan mereka.
·         Pasal 4
Walikota harus bebas untuk menentang hukum kota dan bangsa mereka di mana undang-undang tersebut bertentangan dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia.
·         Pasal 5
Walikota mengelola sumber daya publik untuk kepentingan publik masyarakat mereka dan memperhitungkan apakah penggunaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang tidak masuk akal bagi masyarakat lain dan dunia yang lebih luas.
·         Pasal 6
Walikota tidak akan pernah menggunakan posisi resmi mereka untuk mengamankan hak atau keuntungan untuk diri mereka sendiri, anggota keluarga mereka, teman-teman, kolega atau orang lain.
·         Pasal 7
Walikota tidak diperkenankan melakukan tindakan resmi di mana keterlibatan keuangan atau pribadi langsung atau tidak langsung dapat diperkirakan mungkin merugikan objektivitas atau independensi penilaian mereka. Mereka akan menuntut tingkat yang sama ketidakberpihakan dari semua anggota pemerintahan mereka.
·         Pasal 8
Walikota tidak menerima hadiah atau penawaran berdasarkan pemahaman, dinyatakan atau tersirat, bahwa mereka diberikan untuk mempengaruhi mereka dalam melaksanakan tugas-tugas publik mereka. Mereka akan menuntut tingkat yang sama kejujuran dari semua anggota pemerintahan mereka.
·         Pasal 9
Walikota harus terbuka untuk pengawasan publik dari tindakan resmi mereka dan orang-orang dari staf mereka, termasuk hubungan mereka, kontrak dan sebaliknya, dengan vendor, konsultan, dan rekan bisnis. Walikota wajib melaporkan setiap tindakan yang tidak benar mereka menyaksikan, seperti suap, suap, dan menawarkan hadiah.
·         Pasal 10
Walikota akan bekerja untuk memperkuat masyarakat sipil dengan meningkatkan kesadaran publik, dan keyakinan, kegiatan pemerintah kota mereka.
·         Pasal 11
Walikota akan menggunakan pengaruh mereka untuk mempromosikan kerjasama dan niat baik antar kota, nasional dan internasional.

Dampak kebijakan pembangunan kota Bandung yang berbasis IK dan CMF
            Melihat sepak terjang walikota Bandung dengan keseriusannya menaikan IK sejak awal kepemimpinannya serta berjibakunya dalam mengejar dana CSR menunjukkan bahwa arah kebijakan walikota Bandung senada dengan yang dirancang oleh CMF. Prestasi-prestasi yang diraih di kancah Internasional seperti kesempatan untuk berpidato di depan 500 wali kota seluruh dunia pada Juni 2014, menjadi pembicara ketiga dari dua pembicara lainnya (Presiden RRC Xi Jinping dan Direktur Eksekutif UN-Habitat, Juan Carlos) di sebuah forum dunia yang membahas tentang inovasi kota, dan pernah diwawancarai oleh Wall Street Journal, Al Jazeera dan New York Time untuk konsep kolaborasi yang dilakukannya merupakan ‘reward’ untuk menaikan citranya di mata masyarakat.
            Namun, segala sesuatu tentu ada konsekuensinya. Kebijakan walokota Bandung yang searah dengan CMF ini menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap kota Bandung. Pertama, dengan menggandeng Negara-negara Asing dan Perusahaan dalam pembangunan, akan semakin terjadi liberalisasi pada sektor ekonomi. Hal ini semakin terlihat dari program-program pemerintah yang erat hubungannya dengan swasta. Misalnya program Public Private Partnership yang meniru gaya Inggris, Smart City seperti Perancis, pelelangan pengelolaan lampu jalan kepada Tiongkok, India dan perusahaan lokal, dan proyek monorel Bandung yang menggandeng lima perusahaan Cina. Semakin banyak campur tangan Asing dan swasta terhadap pemerintahan, semakin besar peluang ‘pesanan kebijakan’ yang diinginkan.
            Kedua, liberalisasi pergaulan semakin terbuka lebar dengan pembangunan ruang publik yang tidak diperhatikan interaksi sosialnya. Penamaan-penamaan yang diberikan pada taman yang telah dibangun menunjukkan legalisasi pemerintah terhadap liberalisasi pergaulan ini. Misalnya Taman Jomblo, Taman Skate, Taman Film, Taman Musik Centrum, Taman Gembok Cinta, dan lain-lain. Masyarakat difasilitasi untuk melakukan hubungan sosial dengan  interaksi yang tidak syar’i. Parahnya, hal ini pun semakin menjauhkan masyarakat dari masalah utamanya dengan hanya melepas penat duduk-duduk di taman. Kaula muda pun semakin jauh dari sikap kritis dan perjuangan karena fasilitas hiburan terlalu menggiurkan.
            Ketiga, adanya iklan-iklan pemerintah dengan model utama mojang-mojang cantik Bandung menunjukkan arah eksploitasi perempuan. Ini terjadi karena kebijkan pemerintah mengarah pada ‘kebutuhan’ pasar, sehingga segala hal yang memudahkan pemerintah akan dilakukan. Keempat, pemerintah dengan suka rela menyambut penjajahan ekonomi dengan berpartisipasi aktif dalam MEA. Misalnya dengan melakukan kerjasama dengan pihak Bank untuk mempermudah kelompok pedagang kecil memperoleh pinjaman. Kelima, pencitraan sosok pemimpin dalam bidang ramah kearifan lokal dan religius seolah menjadi alasan  keharusan dalam menjunjung tinggi HAM. Padahal  konsep HAM merupakan konsep yang absurd serta tidak sesuai dengan fitrah manusia. Misalnya saja pada kasus LGBT, walikota Bandung memberikan statement  bahwa  LGBT tidak masalah jika masih menyangkut ruang pribadi. Keenam, pemerintah serius memberikan penanganan pada tindak terorisme yang tidak lain adalah islam.
           
Kebahagiaan Hakiki dan Peran Kepala Daerah dalam Islam
Indikator keberhasilan pemimpin daerah terus bergeser, sesuai dengan bergesernya fungsi kepemimpinan dalam terminologi  kepemimpinan sekuler. Dulu fungsi kepemimpinan masih dipandang sebagai pengurus, penyedia kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat, maka dibuat indikator IPM dan MDG’s. Seiring dengan bergesernya fungsi kepemimpinan yang hanya jadi fasilitator, wasit yang mengawasi pertarungan bebas masyarakatnya, maka tugas pemimpin lebih pada memfasilitasi keinginan dan kesenangan masyarakat. Maka Indeks Kebahagiaan dinilai paling tepat mewakili indikator keberhasilan kepemimpinan.
Jika kita amati, 10 indikator kebahagiaan yang digunakan dalam pengukuran IK merupakan pengukuran yang subyektif, berkaitan dengan persepsi seseorang memandang kebahagiaan, bukan pengukuran yang objektif. Misalnya saja, pada kasus hasil IK provinsi Maluku yang berada pada posisi kedua teratas di level nasional ternyata di sisi lain Maluku menjadi empat provinsi termiskin di nasional.

Bagan 1 Siklus Neoimprealisme dan Neoliberalisme


Kebahagiaan yang hakiki bukan hanya sekedar kesenangan, serta kepuasan pemenuhan jasmani saja. Kebahagiaan dalam islam adalah perasaan tentram saat ia menjalankan ketaatan secara total untuk mencapai ridha Allah, bukan sekedar madaniyah, tapi termasuk pada hadlarah yaitu cara pandang terhadap kehidupan yang tidak bisa diadopsi dari sistem lain selain sistem islam. Haram hukumnya mengambil, mengimplementasikan hingga mempromosikan atau merasa bangga dengan definisi kebahagiaan selain dari islam. Maka, dalam islam kebahagiaan diukur tidak hanya dengan fisik, tapi juga nonfisik. Misalnya seperti yang disebutkan oleh seorang sahabat Rasulullah, Ibnu Abbas, tentang  tujuh indikator kebahagiaan dunia, yaitu qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur, al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh, albiatu  sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita, al malul halal, atau harta yang halal, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama, serta umur yang baroqah. Identifikasi tingkat kebahagiaan dalam islam pun tidak diukur dengan metode sampling sebagaimana yang dilakukan dalam survei IK saat ini, tapi dilakukan terhadap perorangan, karena wajib hukumnya bagi pengasa untuk memastikan kebutuhan fisik maupun nonfisik setiap kepala perkepala masyarakatnya. Maka selayaknya segala urusan dunia harus seiring dan sejalan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Oleh karena itu, islam memandang bahwa kepempinan itu memiliki fungsi ra’in (pelayan), untuk memberi kecukupan, kesejahteraan  bagi rakyatnya. Selain juga fungsi junnah (perisai) penjaga dan pelindung aqidah, keamanan dan kehormatan rakyatnya. Pemimpin juga menjalankan fungsi tathbiq wa tanfidz (menerapkan dan melaksanakan) hukum syariat Islam, yang dengan fungsi itu agama, akal, jiwa, harta, kehormatan, keturunan, keamanan dan negara, terjamin akan terjaga. Jaminan penjagaan inilah yang akan menjadikan rakyat tenang, tenteram dan bahagia.
Prinsip dasar pembangunan dalam syariah Islam adalah untuk melakukan ri’ayatusy syu’unil ummat, memelihara urusan dan kepentingan rakyat. Hal itu menjadi tugas dan kewajiban penguasa, pejabat dan seluruh aparatur negara. Dalam Islam penguasa harus bertindak layaknya pelayan yang siap melayani rakyat dengan sebaik-baiknya. Pemahaman atas paradigma itu tercermin dalam nasihat Imam Hasan al-Bashri kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz; “Pemimpin adil itu wahai Amirul Mukminin, seperti seorang ibu yang penuh kasih sayang terhadap anaknya, mengandungnya dengan susah payah, menjaganya saat kecil, terjaga ketika anaknya terjaga, diam ketika anaknya sudah terlelap. Sesekali ia menyusuinya dan lain waktu menyapihnya. Bergembira akan kesihatan anaknya dan berduka ketika anaknya sakit.”
Dalam melaksanakan pembangunan daerah, pemerintah pun menjadikan  dana dari baitul mal sebagai sumber utama pendanaanya, tidak membuka keran investasi pada swasta. Pembangunan kota selain membangun aspek materi juga disertai dengan pembangunan peradaban (hadlaroh) yg memiliki landasan akidah Islam.

Penutup
Sesungguhnya konsep IK telah berhasil menghasilkan kabutisasi sehingga terkesan semua elemen memberikan dukungan. Hal ini kemudian memberatkan lisan dan langkah dalam da’wah. Konsep Kebahagiaan terpenjara paradigma dagang. Polesan produk agar pelanggan lebih loyal dan tidak beralih ke yang lain (menutup sistem baru/Islam). Jika sudah bahagia mau apa lagi? IK pun menjadi dalih masyarakat tak bisa mengkritik pemerintah. Oleh karena itu kita sebagai pengemban dakwah harus kembali memahamkan kepada umat tantang makna kebahagiaan yang hakiki. Sadarkan umat bahwa label IK yang sekarang kita peroleh adalah ilusi, kebahagiaan kita yang hakiki adalah ketika kita hidup dalam naungan sistem islam dalam bingkai Khilafah ‘ala minhajinnubuwah.
Untuk memahamkan umat, maka perlu strategi dakwah yang jitu,kreatif dan inovatif. Tentu dimulai dari pemahaman para pengemban dakwah khilafah terhadap fakta di tengah umat secara komprehensip. Maka perlu untuk memperbanyak pendalaman fakta, tidak terjebak dengan ‘hasil kerja’ fisik semata. Kita perlu mengungkapkan kepada umat tentang data dan fakta yang diabaikan penguasa, pendidikan, kesehatan, perekonomian dan sebagainya. In shaa Allah, rakyat Bandung yang pada dasarnya cerdas, kreatif dan hanif mudah menerima ide yang datangnya dari Sang Pencipta dan kemudian memperjuangkan bersama menuju Bandung barokah dengan islam Kaffah. Wallohu ‘alam bi ashowab[]


Sumber:
BPS Bandung: Indeks Kebahagiaan Kota Bandung 2015
BPS Bandung: Metodologi Pengukuran Indeks Kebahagiaan Kota Bandung
Rikeu Indah Mardiani, “The City Mayor Foundation: Upaya Semakin Meliberalisasi Walikota di Indonesia”
Berbagai artikel di media online.


0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Blogroll

About

Assalamu'alaikum.. Mencoba berbagi berbagai pemikiran yang disandarkan pada islam politis, sebagai sarana belajar mengasah kemampuan berpikir dan analisis politik dengan kerangka yang islami. Bebas share dengan dicantumkan sumber referensinya. Semoga bermanfaat :) Wassalam..

Popular Posts

Blog Archive