Indeks
Kebahagiaan Kota Bandung Meningkat : Bukti Sukses Kepemimpinan Sang Walikota?
Pendahuluan
Melalui akun facebook
pada 29 Desember 2015, Walikota Bandung Ridwan Kamil mengumumkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Departemen Statistika Unpad tentang indeks
kebahagiaan (IK) warga kota Bandung tahun 2015. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa di tahun 2015 nilai IK kota Bandung mengalami peningkatan menjadi
70,60 yang pada tahun 2014 hanya sebesar 68,23. Jika menggunakan standar
perhitungan yang dilakukan oleh Amerika maka nilainya lebih tinggi lagi, yaitu
sebesar 74.
Banyak
tanggapan positif yang datang dari masyarakat Bandung akan prestasi yang diraih
tersebut. Sehari setelah bapak walkot Bandung memposting berita tersebut, total
sudah ada 8.647 orang yang memberikan like, 505 shares, dan 702 komentar. Bahkan
beberapa komentar menunjukkan ketidak relaan masyarakat membiarkan walkot Ridwan
Kamil untuk maju menjadi bakal calon gubernur Jakarta atau presiden RI di masa
yang akan datang. Bahkan ada yang berkomentar agar RK menjadi gubernur Jawa
Barat seumur hidup.
Indeks
Kebahagiaan (Happines Index) Kota Bandung
2015
Pada tahun 2015 Badan Perencana Pembangunan Daerah
dan Kota Bandung bekerja sama dengan Labolaturium Quality Control Departemen Statistika Universitas Padjadjaran
kembali melakukan pengukuran tingkat kebahagiaan penduduk Bandung. Responden
Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2015 adalah kepala rumah tangga
atau pasangannya dari 30 Kecamatan yang tersebar di seluruh wilayah
administratif Kota Bandung. Prosentase berdasarkan kategori respoden adalah 59
% kepala rumah tangga, 47% berjenis kelamin wanita, 53% berjenis kelamin pria,
45,9% berpendidikan tamat SMA/SMK/MA dan sekitar 13% tamat perguruan tinggi.
Ada 10 variabel yang
digunakan untuk menentukan IK, yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan rumah tangga, kondisi keamanan, keharmonisan keluarga, hubungan
sosial, kondisi rumah dan aset, kondisi lingkungan atau ketersediaan fasilitas
publik, dan ketersediaan waktu luang. Kepala Bidang Litbang dan Statistik
Bappeda Kota Bandung Chairul Anwar mengatakan bahwa level bahagia berada di
angka 50-75, sangat bahagia di angka 75-100, level kurang bahagia 25-50 dan
level tidak bahagia ada pada angka 0-25. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan hasil
penelitian dari 10 variabel tersebut.
Tabel
1 Ranking 10 Aspek Kehidupan, Nilai Indeks Kebahagiaan dan Bobot Kontribusinya
(BK) terhadap Indeks Kebahagiaan (IK) Kota Bandung 2015
Berdasarkan karakteristik
demografi dan ekonomi, ada beberapa penemuan yang menarik, yaitu:
a. IK
penduduk laki-laki relative lebih tinggi dibandingkan perempuan meskipun
perbedaannya tidak signifikan (71,02 banding 71,01).
b.
Penduduk berstatus
menikah memiliki IK tertinggi, yaitu sebesar 70,74. Sedang mereka yang
berstatus belum menikah IKnya lebih rendah yaotu 68,62.
c.
Penduduk berumur 65 tahun
ke atas memiliki IK tertinggi yakni sebesar 71,66, sementara penduduk berumur
di bawah 24 tahun mempunyai IK sebesar 64,82.
d.
Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi pula IK. Penduduk yang tamat SD/MI mempunyai IK
paling rendah (67,80), sementara IK paling tinggi dimiliki oleh penduduk dengan
tingkat pendidikan S2 dan S3 (77,45).
e. Semakin
tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, semakin tinggi pula IK. IK tertinggi
dimiliki oleh tingkat pendapatan di atas 4,8 juta – 7,2 juta per bulan dengan
IK mencapai 74,19 dan pada tingkat pendapatan di bawah 1,8 juta per bulan IKnya
sebesar 69,04.
Sepak
Terjang Kinerja Walikota Bandung
Sejak
awal terpilih, Walikota Bandung Ridwan Kamil telah mencanangkan salah satu
program kerjanya adalah membangun sebanyak mungkin ruang publik. Konsep ini
dilatarbelakangi oleh target pembangunan kota yang lebih bertujuan meningkatkan
nilai IK warga kota Bandung. Menurutnya, kondisi warga Bandung saat itu
mengarah pada ciri kota yang sakit, dimana warganya enggan berinteraksi di luar
rumah.
Sebagai
langkah awal kerjanya, di tahun 2014 Ridwan Kamil memerintahkan dilakukan
survei IK warga Bandung yang dilaksanakan oleh Bappeda dan BPS Kota Bandung. Survei
melibatkan 1.080 sampel dari berbagai kalangan warga dengan latar belakang
berbeda serta dilakukan secara random. Menurut pengakuan Kepala Bidang Litbang
dan Statistik Bappeda Kota Bandung Chairul Anwar, survei IK skala kota adalah
yang pertama kali dilakukan, sebelumnya hanya dilakukan pemerintah nasional
pada skala provinsi. Itu pun dirilis pertama kali di tahun 2013.
Salah satu yang dilakukan
oleh Pemkot Bandung untuk meningkatkan IK warganya yaitu dengan membangun dan
memperbaiki berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh warganya, salah satunya
taman-taman kota, fasilitas pelayanan umum hingga tempat hiburan.
Namun, karena persoalan APBD
Bandung yang ‘pas-pasan’, maka secara kreatif diselesaikan dengan mencari
sumber pembiayaan lain. Oleh karena itu, Ridwan menerapkan model kepemimpinan proactive governance. Proactive governance, merupakan model
kepemimpinan di mana pemerintah secara aktif meriset di mana ada sumber bantuan
dan mendatangi sumber bantuan tersebut. Bandung kemudian menyasar pembiayaan Public Private Partnership dan dana CSR
(Corporate Social Responsibility)
beberapa perusahaan besar baik nasional maupun multinasional. Bahkan demi mengejar
dana CSR ini, walikota rela terbang menjemput bola ke berbagai Negara. Menurut
Ridwan Kamil, di luar sana banyak perusahaan multinasional yang kebingungan
mengucurkan dana CSR mereka. Inilah peluang yang coba ditangkap oleh kota
Bandung.
Salah satu SKPD di Pemkot
Bandung yang cukup banyak menerima CSR dan sumbangan pihak ketiga, yaitu Dinas
Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) Kota Bandung. Untuk tahun 2015 saja,
bantuan pihak ketiga lebih pada renovasi taman. Setidaknya ada enam taman yang
direvitalisasi atas bantuan pihak ketiga, yaitu Taman Vanda (Summarecon), taman
Capital of Asia Afrika di Jln. Dr Djunjunan (Mandiri/Telkom), taman di Jln. Dr
Djunjunan (BJB), Taman Alun-alun (BII), Taman Alun-alun Ujung Berung (Grup
Istana dan Perusahaan lain), Taman Gesit di Jln. Dipatiukur (Produk Minuman)
serta taman di dekat Simpang Lima (pengusaha hotel).
Selain itu, upaya yang telah
Ridwan Kamil lakukan ialah mendapatkan dana hibah dari Belanda sebesar 4,6 juta
Euro atau sekitar Rp 70 miliar untuk membenahi air di Kota Bandung, sumbangan road safety dari Yayasan Bloomberg,
Amerika, bantuan sekolah PNS dan smart
city dari Singapura, hingga bantuan capacity building smart city dan dua biodigester raksasa dari Jepang.
Walikota
dan The City Mayor Foundation (CMF)
Pada
tahun 2003 berdiri sebuah organisasi filantropi internasional yang bernama The City Mayor Foundation (CMF). Di
gagas Tann vom Hove (UK/Germany), Ruth Maguire (UK), Guy Kervella (UK/France),
Nick Swift (Canada) dan Josh Fecht (USA). CMF Memiliki Web yang terdaftar sejak
2 oktober 2003 menggunakan server dari Amerika serikat.
CMF adalah think tank internasional dalam urusan
perkotaan. Dengan dalih penelitian dan kepedulian dalam masalah urbanisasi
perkotaan, CMF mengatur proyek wali kota dan setiap 2 tahun sekali memberikan
penghargaan walikota dunia (World Mayor
Prize) bagi yang berprestasi.
Proyek ini bertujuan
untuk menunjukkan walikota yang luar
biasa yang dapat mencapai dan meningkatkan profil mereka secara nasional dan
internasional. Penyelenggara mencari pemimpin kota yang unggul dalam kualitas
seperti: kepemimpinan dan visi, kemampuan manajemen dan integritas, kepedulian
sosial dan ekonomi, kemampuan untuk memberikan keamanan dan untuk melindungi
lingkungan serta kemauan dan kemampuan untuk mendorong hubungan baik antara
masyarakat dari latar belakang budaya, ras dan sosial yang berbeda. Walikota
dari Indonesia yang pernah dan sedang masuk dalam kandidat walikota dunia
adalah Jokowi, Tri Risma Harini dan Ridwan Kamil.
Melalui konsep
internasionalnya CMF memanfaatkan
psikologi para kepala daerah untuk mengejar gengsi predikat walikota terbaik
dunia. Para pemenang dari negara lain yang notabene dari Barat serta liberal
menjadi prototipe untuk di’teladani’. Diantaranya mengikat para kandidat
walikota dalam kode etik yang harus diikuti dan disepakati yang tercantum dalam
11 pasal sebagai berikut:
·
Pasal
1
Walikota menyiapkan
kantor walikota untuk kebaikan bersama masyarakat mereka dan menahan diri dari
tindakan yang dapat membahayakan masyarakat lain atau dunia yang lebih luas.
Mereka harus mengambil tanggung jawab penuh atas setiap tindakan yang dilakukan
oleh mereka sendiri atau oleh anggota pemerintahan mereka.
·
Pasal
2
Walikota tidak akan
melakukan diskriminasi terhadap individu atau kelompok secara politik, ras,
agama, jenis kelamin, cacat atau orientasi seksual.
·
Pasal
3
Walikota mendukung dan
menjunjung letter of intent (dokumen
perjanjian) dari hukum kota dan bangsa mereka serta hukum internasional yang
relevan. Mereka akan menuntut tingkat yang sama menghormati hukum dari semua
anggota pemerintahan mereka.
·
Pasal
4
Walikota harus bebas
untuk menentang hukum kota dan bangsa mereka di mana undang-undang tersebut
bertentangan dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia.
·
Pasal
5
Walikota mengelola sumber
daya publik untuk kepentingan publik masyarakat mereka dan memperhitungkan
apakah penggunaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang tidak masuk akal
bagi masyarakat lain dan dunia yang lebih luas.
·
Pasal
6
Walikota tidak akan
pernah menggunakan posisi resmi mereka untuk mengamankan hak atau keuntungan
untuk diri mereka sendiri, anggota keluarga mereka, teman-teman, kolega atau
orang lain.
·
Pasal
7
Walikota tidak
diperkenankan melakukan tindakan resmi di mana keterlibatan keuangan atau
pribadi langsung atau tidak langsung dapat diperkirakan mungkin merugikan
objektivitas atau independensi penilaian mereka. Mereka akan menuntut tingkat
yang sama ketidakberpihakan dari semua anggota pemerintahan mereka.
·
Pasal
8
Walikota tidak menerima
hadiah atau penawaran berdasarkan pemahaman, dinyatakan atau tersirat, bahwa
mereka diberikan untuk mempengaruhi mereka dalam melaksanakan tugas-tugas
publik mereka. Mereka akan menuntut tingkat yang sama kejujuran dari semua
anggota pemerintahan mereka.
·
Pasal
9
Walikota harus terbuka
untuk pengawasan publik dari tindakan resmi mereka dan orang-orang dari staf
mereka, termasuk hubungan mereka, kontrak dan sebaliknya, dengan vendor,
konsultan, dan rekan bisnis. Walikota wajib melaporkan setiap tindakan yang
tidak benar mereka menyaksikan, seperti suap, suap, dan menawarkan hadiah.
·
Pasal
10
Walikota akan bekerja
untuk memperkuat masyarakat sipil dengan meningkatkan kesadaran publik, dan
keyakinan, kegiatan pemerintah kota mereka.
·
Pasal
11
Walikota akan menggunakan
pengaruh mereka untuk mempromosikan kerjasama dan niat baik antar kota,
nasional dan internasional.
Dampak
kebijakan pembangunan kota Bandung yang berbasis IK dan CMF
Melihat
sepak terjang walikota Bandung dengan keseriusannya menaikan IK sejak awal
kepemimpinannya serta berjibakunya dalam mengejar dana CSR menunjukkan bahwa
arah kebijakan walikota Bandung senada dengan yang dirancang oleh CMF.
Prestasi-prestasi yang diraih di kancah Internasional seperti kesempatan untuk
berpidato di depan 500 wali kota seluruh dunia pada Juni 2014, menjadi
pembicara ketiga dari dua pembicara lainnya (Presiden RRC Xi Jinping dan
Direktur Eksekutif UN-Habitat, Juan Carlos) di sebuah forum dunia yang membahas
tentang inovasi kota, dan pernah diwawancarai oleh Wall Street Journal, Al Jazeera dan
New York Time untuk konsep kolaborasi yang dilakukannya merupakan ‘reward’ untuk menaikan citranya di mata
masyarakat.
Namun, segala sesuatu tentu ada
konsekuensinya. Kebijakan walokota Bandung yang searah dengan CMF ini
menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap kota Bandung. Pertama, dengan
menggandeng Negara-negara Asing dan Perusahaan dalam pembangunan, akan semakin
terjadi liberalisasi pada sektor ekonomi. Hal ini semakin terlihat dari
program-program pemerintah yang erat hubungannya dengan swasta. Misalnya
program Public Private Partnership yang
meniru gaya Inggris, Smart City seperti
Perancis, pelelangan pengelolaan lampu jalan kepada Tiongkok, India dan
perusahaan lokal, dan proyek monorel Bandung yang menggandeng lima perusahaan
Cina. Semakin banyak campur tangan Asing dan swasta terhadap pemerintahan,
semakin besar peluang ‘pesanan kebijakan’ yang diinginkan.
Kedua, liberalisasi pergaulan
semakin terbuka lebar dengan pembangunan ruang publik yang tidak diperhatikan
interaksi sosialnya. Penamaan-penamaan yang diberikan pada taman yang telah
dibangun menunjukkan legalisasi pemerintah terhadap liberalisasi pergaulan ini.
Misalnya Taman Jomblo, Taman Skate, Taman Film, Taman Musik Centrum, Taman
Gembok Cinta, dan lain-lain. Masyarakat difasilitasi untuk melakukan hubungan
sosial dengan interaksi yang tidak
syar’i. Parahnya, hal ini pun semakin menjauhkan masyarakat dari masalah
utamanya dengan hanya melepas penat duduk-duduk di taman. Kaula muda pun
semakin jauh dari sikap kritis dan perjuangan karena fasilitas hiburan terlalu
menggiurkan.
Ketiga, adanya iklan-iklan
pemerintah dengan model utama mojang-mojang cantik Bandung menunjukkan arah
eksploitasi perempuan. Ini terjadi karena kebijkan pemerintah mengarah pada
‘kebutuhan’ pasar, sehingga segala hal yang memudahkan pemerintah akan
dilakukan. Keempat, pemerintah dengan suka rela menyambut penjajahan
ekonomi dengan berpartisipasi aktif dalam MEA. Misalnya dengan melakukan
kerjasama dengan pihak Bank untuk mempermudah kelompok pedagang kecil
memperoleh pinjaman. Kelima, pencitraan sosok pemimpin
dalam bidang ramah kearifan lokal dan religius seolah menjadi alasan keharusan dalam menjunjung tinggi HAM.
Padahal konsep HAM merupakan konsep yang
absurd serta tidak sesuai dengan fitrah manusia. Misalnya saja pada kasus LGBT,
walikota Bandung memberikan statement bahwa
LGBT
tidak masalah jika masih menyangkut ruang pribadi. Keenam, pemerintah serius
memberikan penanganan pada tindak terorisme yang tidak lain adalah islam.
Kebahagiaan
Hakiki dan Peran Kepala Daerah dalam Islam
Indikator keberhasilan
pemimpin daerah terus bergeser, sesuai dengan bergesernya fungsi kepemimpinan
dalam terminologi kepemimpinan sekuler. Dulu
fungsi kepemimpinan masih dipandang sebagai pengurus, penyedia kebutuhan dan
kesejahteraan masyarakat, maka dibuat indikator IPM dan MDG’s. Seiring dengan
bergesernya fungsi kepemimpinan yang hanya jadi fasilitator, wasit yang
mengawasi pertarungan bebas masyarakatnya, maka tugas pemimpin lebih pada memfasilitasi
keinginan dan kesenangan masyarakat. Maka Indeks Kebahagiaan dinilai paling tepat
mewakili indikator keberhasilan kepemimpinan.
Jika kita amati, 10
indikator kebahagiaan yang digunakan dalam pengukuran IK merupakan pengukuran
yang subyektif, berkaitan dengan persepsi seseorang memandang kebahagiaan,
bukan pengukuran yang objektif. Misalnya saja, pada kasus hasil IK provinsi
Maluku yang berada pada posisi kedua teratas di level nasional ternyata di sisi
lain Maluku menjadi empat provinsi termiskin di nasional.
Bagan 1 Siklus Neoimprealisme dan Neoliberalisme
Kebahagiaan yang hakiki
bukan hanya sekedar kesenangan, serta kepuasan pemenuhan jasmani saja. Kebahagiaan
dalam islam adalah perasaan tentram saat ia menjalankan ketaatan secara total
untuk mencapai ridha Allah, bukan sekedar madaniyah,
tapi termasuk pada hadlarah yaitu
cara pandang terhadap kehidupan yang tidak bisa diadopsi dari sistem lain
selain sistem islam. Haram hukumnya mengambil, mengimplementasikan hingga
mempromosikan atau merasa bangga dengan definisi kebahagiaan selain dari islam.
Maka, dalam islam kebahagiaan diukur tidak hanya dengan fisik, tapi juga
nonfisik. Misalnya seperti yang disebutkan oleh seorang sahabat Rasulullah, Ibnu
Abbas, tentang tujuh indikator
kebahagiaan dunia, yaitu qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur, al azwaju shalihah,
yaitu pasangan hidup yang sholeh, al auladun abrar, yaitu anak yang
soleh, albiatu sholihah, yaitu
lingkungan yang kondusif untuk iman kita, al malul halal, atau harta
yang halal, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama, serta
umur yang baroqah. Identifikasi tingkat kebahagiaan
dalam islam pun tidak diukur dengan metode sampling sebagaimana yang dilakukan
dalam survei IK saat ini, tapi dilakukan terhadap perorangan, karena wajib
hukumnya bagi pengasa untuk memastikan kebutuhan fisik maupun nonfisik setiap
kepala perkepala masyarakatnya. Maka selayaknya segala urusan dunia harus
seiring dan sejalan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Oleh karena itu, islam memandang
bahwa kepempinan itu memiliki fungsi ra’in
(pelayan), untuk memberi kecukupan, kesejahteraan bagi rakyatnya. Selain juga fungsi junnah (perisai) penjaga dan pelindung
aqidah, keamanan dan kehormatan rakyatnya. Pemimpin juga menjalankan fungsi tathbiq wa tanfidz (menerapkan dan
melaksanakan) hukum syariat Islam, yang dengan fungsi itu agama, akal, jiwa,
harta, kehormatan, keturunan, keamanan dan negara, terjamin akan terjaga. Jaminan
penjagaan inilah yang akan menjadikan rakyat tenang, tenteram dan bahagia.
Prinsip dasar pembangunan
dalam syariah Islam adalah untuk melakukan ri’ayatusy
syu’unil ummat, memelihara urusan dan kepentingan rakyat. Hal itu menjadi
tugas dan kewajiban penguasa, pejabat dan seluruh aparatur negara. Dalam Islam
penguasa harus bertindak layaknya pelayan yang siap melayani rakyat dengan
sebaik-baiknya. Pemahaman atas paradigma itu tercermin dalam nasihat Imam Hasan
al-Bashri kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz; “Pemimpin adil itu wahai Amirul Mukminin, seperti seorang ibu yang penuh
kasih sayang terhadap anaknya, mengandungnya dengan susah payah, menjaganya
saat kecil, terjaga ketika anaknya terjaga, diam ketika anaknya sudah terlelap.
Sesekali ia menyusuinya dan lain waktu menyapihnya. Bergembira akan kesihatan
anaknya dan berduka ketika anaknya sakit.”
Dalam melaksanakan pembangunan
daerah, pemerintah pun menjadikan dana dari baitul mal sebagai
sumber utama pendanaanya, tidak membuka keran
investasi pada swasta. Pembangunan kota selain membangun aspek materi juga
disertai dengan pembangunan peradaban (hadlaroh) yg memiliki landasan akidah
Islam.
Penutup
Sesungguhnya konsep IK telah berhasil menghasilkan kabutisasi sehingga terkesan
semua elemen memberikan dukungan. Hal ini kemudian memberatkan lisan dan langkah dalam da’wah. Konsep Kebahagiaan terpenjara paradigma dagang. Polesan produk agar pelanggan
lebih loyal dan tidak beralih ke yang lain (menutup sistem baru/Islam). Jika
sudah bahagia mau apa lagi? IK pun
menjadi dalih masyarakat tak bisa mengkritik
pemerintah.
Oleh karena itu kita sebagai pengemban dakwah harus kembali memahamkan kepada
umat tantang makna kebahagiaan yang hakiki. Sadarkan umat bahwa label IK yang
sekarang kita peroleh adalah ilusi, kebahagiaan kita yang hakiki adalah ketika
kita hidup dalam naungan sistem islam dalam bingkai Khilafah ‘ala minhajinnubuwah.
Untuk memahamkan umat,
maka perlu strategi dakwah yang jitu,kreatif dan inovatif. Tentu dimulai dari
pemahaman para pengemban dakwah khilafah terhadap fakta di tengah umat secara
komprehensip. Maka perlu untuk memperbanyak pendalaman fakta, tidak terjebak
dengan ‘hasil kerja’ fisik semata. Kita perlu mengungkapkan kepada umat tentang
data dan fakta yang diabaikan penguasa, pendidikan, kesehatan, perekonomian dan
sebagainya. In shaa Allah, rakyat Bandung yang pada dasarnya cerdas, kreatif
dan hanif mudah menerima ide yang datangnya dari Sang Pencipta dan kemudian
memperjuangkan bersama menuju Bandung barokah dengan islam Kaffah. Wallohu ‘alam bi ashowab[]
Sumber:
BPS Bandung: Indeks Kebahagiaan Kota Bandung 2015
BPS Bandung: Metodologi Pengukuran Indeks Kebahagiaan
Kota Bandung
Rikeu Indah Mardiani, “The City Mayor Foundation: Upaya Semakin Meliberalisasi Walikota di
Indonesia”
Berbagai artikel di media online.
0 komentar:
Posting Komentar