Sebagai
salah satu anak beruntung yang dapat menerima ilmu sebegitu mendetailnya di
bangku perkuliahan, saya merasa terkesima tentang ilmu dan pendidikan. Satu hal
yang menarik tentang ilmu. Ketika kamu coba mengupas satu masalah, akan muncul masalah
baru dan pertanyaan demi pertanyaan berdatangan. Seperti mengupas bawang, akan
ada lapisan lain setelah terbukanya satu lapisan. Yang menjadi pertanyaan
adalah, apa inti dari semua ilmu yang didapat?
Mari
kita lihat keadaan pendidikan hari ini. Saya sudah belajar hal mendasar, lalu
belajar hal yang mendetail, bahkan melakukan riset dan mengembangkan teknologi
terbarukan. Setelah itu semua, satu hal yang muncul dikepala. Lantas apa?
Dilihat
dari sudut pandang pelajar, pendidikan hari ini dilakukan untuk selanjutnya
mendapat ijazah sebagai bekal mencari pekerjaan. Semakin tinggi ijazah yang
dimiliki, dianggap akan membawa pada kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
Ujung dari semua itu adalah harta dan kedudukan dunia. Bagaimana cara
meng’uang’kan ilmu yang telah didapat.
Pada
umumnya, pelajar saat ini bisa
dikatakan tidak punya arah dan tujuan yang jelas dalam hakikatnya mencari ilmu.
Maka yang terjadi adalah persaingan tidak sehat, mekanisme berantakan, motivasi
belajar yang kurang, bahkan bertanya-tanya “untuk apa saya mempelajari hal
ini?”. Pada akhirnya proses belajar hanya menjadi sebuah formalitas dan rutinitas, bahkan dianggap
beban oleh sebagian orang.
Bisa
dikatakan dengan sudut pandang yang luas, hal ini terjadi karena sistem yang
digunakan kurang tepat, atau bahkan salah. Bisa terlihat dari aturan demi
aturan yang berlaku sekarang saling tambal sulam untuk mengatasi permasalahan
yang muncul. Dalam hal pendidikan, contohnya sistem zonasi sekolah, yang disisi
lain menyelasaikan suatu masalah, namun disisi lain menimbulkan permasalahan
baru. Contoh lainnya, menyerahkan pendidikan dengan mengandalkan tenaga asing
tanpa mencoba membentuk bangsa yang mandiri, entah akan seperti apa hasilnya
nanti.
Kalau
kita lihat ke belakang,
saat ilmu pertama kali berkembang pesat, pada dinasti Abbasiyah saat Islam
sedang dalam masa keemasan. tujuan menuntut ilmu, motivasi dasar dan
sistematikanya terstruktur sangat jelas, sehingga membawa pada peradaban yang
cemerlang.
Sejak
awal kebangkitan Islam, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat. Pendidikan
dimulai saat anak-anak dengan mengenal dasar bacaan, menghitung dan menulis.
Ketika remaja belajar dasar ilmu agama seperti tafsir, hadis, fiqih dan bahasa
agar dasar pendidikan mereka kuat. Lalu pada tingkat pendalaman, para pelajar
yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah untuk menuntut ilmu pada
ahli di bidangnya masing-masing. Sehingga lahirlah ilmuwan dengan dasar yang
kuat, dan tujuan yang jelas mengenai apa yang mereka pelajari. Tidak hanya
berorientasikan dunia, tapi juga akhirat. Beberapa tokoh terkenal diantaranya,
Ibn Sina, Al-farabi, Alhazen, Jabr Ibn Hayyan, dll.
Bisa
dikatakan bahwa sistem pembelajaran hari ini dilakukan secara terbalik, kita
terlalu fokus pada ilmu duniawi yang bersifat mendetail tanpa dibarengi
pengetahuan agama, sehingga yang muncul
adalah ketidakpastian arah, tujuan dan hakikat dalam menuntut ilmu. Maka,
kemajuan peradaban yang diharapkanpun tidak kunjung terlaksana, karena pada
dasarnya, pelajar saat ini ditengah sistem yang sekarang tidak diarahkan untuk
menjadi seseorang yang berorientasi luas sampai ke akhirat, namun belajar
hanyalah untuk kepentingan pribadi semata.
Semoga, Indonesia bisa belajar dari sejarah, menjadikan islam sebagai pondasi
sistem pendidikan sehingga terwujud revolusi mental hakiki dan SDM berakhlakul
karimah sebagaimana yang telah dicita-citakan bersama. Wallohu’alam bishowab[]
0 komentar:
Posting Komentar